Laman

Total Tayangan Halaman

Rabu, 18 November 2009

POSISI UPK SEBAGAI PENGELOLA MICROFINANCE

A.PENGERTIAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO
Untuk lebih memfokuskan tujuan penanggulangan kemiskinan maka data penduduk miskin dikelompokkan ke dalam (a)Usia lebih dari 55 tahun (aging poor), yaitu kelompok masyarakat yang tidak lagi produktif (usia lanjut usia, miskin daan tidak produktif). Untuk kelompok tersebut program pemerintah yang dilakukan adalah pelayanan sosial (b)Usia dibawah 15 tahun (young poor), yaitu kelompok masyarakat yang belum produktif (usia sekolah yang belum bisa bekerja). Program Pemerintah yang dilakukan yaitu penyiapan sosial. (c)Usia di antara 15-55 tahun (productive poor) yaitu usia sedang yang tidak produktif (usia kerja tetapi tidak mendapatkan pekerjaan, menganggur), program yang dilakukan adalah investasi ekonomi dan inilah yang menjadi fokus penanggulangan kemiskinan.
Indonesia yang ingin mandiri di bidang ekonomi sesuai dengan sistim ekonomi Indonesia yaitu Sistim Ekonomi Kerakyatan telah mengadakan kebijakan kredit untuk petani kecil agar mereka terhindar dari praktek rentenir di pedesaan dalam upaya meningkatkan produktivitas petani dan meningkatkan integrasi sekor pertanian dengan pasar. Kebijakan kredit tersebut dikelola oleh lembaga-lembaga keuangan seperti : BRI-UD, P4K, BPR, dll, yang dikenal dengan nama Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Hal ini dilakukan karena landasan ekonomi Indonesia yang hanya didasarkan atas kelompok industri-industri besar yang cenderung bersifat konglomerasi, tidak mampu untuk menjadi benteng yang tangguh menghadapi dampak krisis ekonomi tahun 1997.
Keberadaan keuangan mikro tidak dapat dipisahkan dari usaha-usaha penanggulangan kemiskinan. Bahkan Lembaga Keuangan Mikro akan mempercepat usaha penanggulangan kemiskinan. Peningkatan akses dan pengadaan sarana penyimpanan, pembiayaan dan asuransi yang efisien dapat membangun keberdayaan kelompok miskin dan peluang mereka untuk keluar dari kemiskinan, melalui: tingkat komsumsi yang lebih pasti tidak berfluktuasi, mengelola resiko dengan lebih baik, secara bertahap memiliki kesempatan untuk membangun aset, mengembangkan usaha mikronya, menguatkan kapasitas perolehan pendapatannya, dan dapat merasakan tingkat hidup yang lebih baik. Tanpa akses yang tetap terhadap lembaga keuangaan (mikro), hampir seluruh rumah tangga miskin akan bergantung kepada kemampuan pembiayaan sendiri (yang sangat-sangat terbatas) atau kelembagaan keuangan informal (rentenir, tengkulak, pelepas uang), yang sebenarnya juga sekaligus menunjukkan pentingnya peran dan kebutuhan masyarakat miskin terhadap layanan lembaga keuangan yang sesuai dengan karakteristik mereka. Dengan demikian membatasi kelompok miskin untuk berpartisipasi dan mendapat manfaat dari peluang pembangunan. Secara khusus keuangan mikro juga dapat menjadi jalan yang efektif dalam membantu dan memberdayakan perempuan, yang menjadi bagian terbesar dari masyarakat miskin sekaligus juga memiliki potensi dan peran besar untuk meningkatkan ekonomi keluarga jika mendapat kesempatan. Pada gilirannya lembaga keuangan mikro juga dapat memberikan kontribusi positif terhadap alokasi sumberdaya, promosi pemasaran, dan adopsi teknologi yang lebih baik. Dengan demikian lembaga keuangan mikro dapat membantu peningkatan ekonomi dan pembangunan, khususnya bagi kelompok masyarakat miskin. Lebih daripada itu keuangan mikro dapat memberikan kontribusi pada pengembangan sistim keuangan secara menyeluruh melalui integrasi pasar keuangan dan peningkatan jangkauan layanan yang selama ini tidak dapat dilakukan oleh bank konvensional (Bayu Krisnamurthi, Artikel-Tahun 2-No.2, 2003)
Untuk mencapai sasaran penurunan angka kemiskinaan Komite Penanggulangan Kemiskinan menetapkan strategi pemberdayaan masyarakat melalui 2 (dua) cara yaitu pertama, mengurangi beban pengeluaran konsumsi kelompok miskin dan kedua, meningkatkan produktivitas masyarakat miskin untuk meningkatkan pendapatannya. Peningkatan produktivitas dilakukan melalui pengembangan dan pemberdayaan usaha masyarakat terutama usaha Mikro, usaha Kecil, dan Menengah yang meliputi penajaman program, pendanaan dan pendampingan. Pendekataan yang perlu dilakukan adalah penyediaan jasa keuangan mikro (micro finance). Selama ini Lembaga Keuangan Mikro merupakan lembaga yang mampu memenuhi kebutuhan modal UMKM karena mampu menyesuaikan dengan karakteristik UMKM yang cenderung dianggap bankable oleh sektor perbankan komersial (Gunawan Sumodiningrat, Artikel-Th. II – No. 1 – Maret 2003)
Namun dalam kenyataannya lembaga keuangan mikro yang telah ada selain tidak dapat melayani seluruh masyarakat miskin yang ada di negara kita, lembaga keuangan mikro tidak dapat dengan mudah begitu saja mengalahkan lembaga keuangan informal seperti rentenir. Rentenir cenderung lebih berkembang, pekerjaan rentenir merupakan bagian dari cara produksi kapitalis dengan menjalankan peran sebagai perantara antara lembaga finansial formal dengan nonformal. Pemerintah Indonesia telah menyelenggarakan kredit mikro dengan bunga rendah untuk lapisan masyarakat miskin melalui agen-agennya seperti Bank Rakyat Indonesia, Bank Perkreditan Kecamatan, Bank Perkreditan Rakyat, dan Bank Pasar. Namun kredit ini tidak selalu dapat melayani semua kelompok sasaran sehingga tidak mencapai targetnya, karena rigiditas prosedur administrasi sulit diakses oleh lapisan masyarakat miskin sementara kredit yang ditawarkan oleh rentenir lebih populer dan mudah diakses oleh siapa pun dan dari lapisan manapun.
Pada kenyataannya hal ini merupakan suatu paradoks, sebab kredit mikro yang ditawarkan oleh pemerintah dengan tingkat bunga rendah tidak mampu mengeliminasi kredit dengan bunga tinggi seperti yang disediakan oleh para rentenir. Dari hal tersebut timbul pertanyaan mengapa kredit yang ditawarkan rentenir lebih populer dan atraktif daripada kredit yang ditawarkan oleh pemerintah. Ada dua argumen utama yang mendasari terjadinya hal itu. Pertama, lembaga-lembaga finansial informal lebih atraktif dalam praktek mencari nasabah daripada lembaga-lembaga formal. Rentenir lebih fleksibel dalam menjalankan prakteknya bahkan mengembangkan hubungan personal dengan para nasabah, sementara bank-bank resmi lebih bersifat “rasional” dan formal di mata nasabah pedesan. Fleksibilitas merupakan hal penting dalam menjaga hubungan rentenir-nasabah misalnya: adanya upaya rentenir untuk memahami kondisi ekonomi nasabah sehingga tak jarang memberikan kesempatan menunda pembayaran kredit, Kedua: rentenir dapat mengatasi problem kepercayaan yang dihadapi poleh warga masyarakat yang tidak familier dengan prosedur sistem legal. Atas dasar itu transaksi kredit dilakukan oleh kedua belah pihak atas dasar kepercayaan. Sistim kepercayaan seperti ini merupakan bagian dari budaya transaksi uang dalam masyarakat pedesaan.
Upaya mengintregasikan lembaga finansial informal dan formal pernah dicoba di Indonesia, bentuk konkritnya adalah menghubungkan Bank Indonesia dengan kelompok kelompok swadaya masyarakat, pelayanan yang disediakan oleh kelompok swadaya masyarakat itu berupa fasilitas kredit untuk masyarakat miskin, dan juga mendidik mereka untuk menabung (Heru Nugroho, 2001:16-17).
Dalam masyarakat, institusi-institusi keuangan juga terbagi dalam dua katagori yaitu: institusi finansial formal dan institusi finansial informal. Namun dalam prakteknya kedua teori tersebut pelaksanaannya tidak terpisah secara kaku, tetap memiliki hubungan yang secara timbal balik saling menguntungkan, misalnya sebuah bank memberi pinjaman kepada rentenir. Hal ini berarti mereka membagi keuntungan lewat pembagian tingkat bunga. Sebagian besar anggota komunitas masyarakat menggunakan institusi-institusi keuangan untuk meminjam uang tersebut digunakan untuk konsumsi maupun produksi. Ada kecenderungan bahwa institusi-institusi finansial formal digunakan oleh mereka yang berasal dari kalangan menengah ke atas, sedangkan untuk lembaga finansial informal untuk masyarakat lapisan bawah. Institusi keuangan informal itu bisa memberikan kontribusi yang penting bagi perkembangan perekonomian dengan cara menyalurkan dana-dana dari sektor surplus ke sektor minus.
Dari penjelasan dan data di atas dapat terlihat dengan jelas bahwa masyarakat miskin lebih cenderung menggunakan pinjaman informal (petani, pedagang dan buruh).
Walaupun berbagai upaya telah dibuat untuk membatasi ruang gerak praktek-praktek rentenir dalam rangka menghindari lapisan miskin jatuh pada penghambaan bunga, rentenir masih saja beroperasi di desa-desa, bahkan tidak ada indikasi apapun aktivitas mereka justru semakin meningkat sejalan dengan perkembangan ekonomi di berbagai wilayah pedesaan
Pengertian kredit menurut pasal 12 ayat 12 UU No. 7 / 1992 adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tetentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan
Ada dua bentuk institusi finansial yaitu finansial formal dan nonformal. Paling tidak ada lima bentuk finansial formal yaitu: BPD, BRI, Bank Pasar, KUD dan Pegadaian Formal. Institusi-institusi ini diselenggarakan oleh pemerintah dan mendasarkan diri pada regulasi forrnal. Mereka tidak hanya menbawakan pinjaman saja tetapi juga fasilitas deposito. Kredit-kredit yang ditawarkan agensi formal biasanya digunakan, terutama oleh orang-orang dengan tingkat pendidikan yang cukup untuk mengetahui prosedur-prosedur perbankan. Menurut para akademisi, kredit-kredit ini sering gagal menyentuh orang-orang bawah. Karena prosedur yang dilalui berbelit-belit. Di samping menghimpun dana dari masyarakat lembaga keuangan formal ini juga menyalurkam kredit ke masyarakat. Tidaklah mudah meminjam dari bank, karena bank mempunyai banyak tuntutan, sehingga mereka yang mau pinjam perlu menyiapkan presentasi yang matang sebelum menghubungi mereka dan menyajikannya dengan cara yang mereka harapkan. Memberikan pinjaman bukan tindakan otomatis ( Moris, 1993:105), meskipun pada akhir-akhir ini dicanangkan pendekatan Bank dengan Masyarakat melalui Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB), yang bertugas sebagai mediator antara bank dengan masyarakat dalam mengajukan kredit mikro.

B.MACAM MACAM LEMBGA KEUANGAN MIKRO
Heru Nugroho (2001:73-78) juga berhasil menggolongkan bentuk-bentuk Lembaga keuangan mikro formal dan nonformal sebagai berikut:
1. Lembaga Keuangan Mikro Formal:
a).Bank Pembangunan Daerah/BPD
BPD adalah sebuah bank pemerintah yang telah berdiri di seluruh propinsi di Indonesia. Sebagian besar nasabah BPD adalah para wiraswastawan, industrialis, pemilik toko, pengusaha dan beberapa rentenir. BPD menyediakan pinjaman mulai dari 1 juta hingga 200 juta rupiah. Para nasabah berhasil mengembalikan kredit tersebut dalam bentuk cicilan bulanan selama satu hingga empat tahun dengan tingkat bunga 12 % per tahun. Tidak mudah bagi para petani untuk menerima kredit semacam ini karena prasaratnya. Sebagian petani tidak pernah menggunakan fasilitas ini karena mereka tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang prosedur kredit formal. Survei pertanian menyebutkan bahwa hanya 17 % dari rumah tangga petani di Indonesia yang pernah menggunakan kredit dari BPD.
b). Bank Rakyat Indonesia / BRI
BRI adalah bank milik pemerintah yang berdiri di seluruh kecamataan di Indonesia. Kredit-kredit yang ditawarkan oleh BRI termasuk kredit skala menengah dan kecil. Para nasabah bisa menerima pinjaman mulai dari Rp. 500,000,- hingga 15 juta rupiah. Kredit ini memiliki tingkat bunga dari 19% hingga 27 % per tahun dan harus dikembalikan maksimum dalam sepuluh tahun. Sebelum mendapatkan kredit tersebut, seorang nasabah harus menyerahkan sertifikat-sertifikat kepemilikan property pribadi sebagai jaminan hutang. Nasabah BRI antara lain terdiri dari pengusaha kelas menengah, para pedagang, pegawai negeri, dan petani. Meskipun kelompok sasaran utamanya adalah orang-orang kelas bawah, namun kredit BRI sering gagal menyentuh orang-orang tersebut karena mereka tetap tidak memiliki persyaratan yang tidak sederhana, bahkan ada indikasi justru yang memanfaatkan kredit BRI adalah pengusaha skala besar dan menengah.
c). Bank Pasar / BP
Bank Pasar juga dikelola oleh pemerintaah dan selalu terletak di dalam pasar sentral dari sebuah kecamatan. Tugas utama dari bank pasar adalah untuk menyediakan pnjaman kepada para pedagang kecil dalam rangka melindungi mereka dari jeritan aktivitas para rentenir dengan tingkat bunga 5 % per bulan. Secara umum dapat dikatakan bahwa bank pemerintah sering gagal untuk mengembangkan hubungan-hubungan personal dengan para nasabah, tidak hanya prosedur birokratisnya, tetapi juga disebabkan oleh otoritas kepegawaian yang ditunjuk oleh pegawai tersebut.
d). Koperasi Unit Desa KUD
KUD didirikan dalam rangka meningkatkan situasi ekonomi anggota-anggotanya dan untuk mengembangkan perekonomian daerah. Para anggota diwajibkan untuk menyumbangkan sejumlah uang yang telah ditetapkan secara periodik yaitu mingguan atau bulanan. Ada dua katagori iuran yaitu iuran wajib dan nonwajib.
Meskipun dalam kenyataannya tingkat bunga yang dikenakan oleh KUD 2 % per bulan lebih rendah dari kredit-kredit formal lain, tetapi tidak semua petani dan pedagang kecil menggunakan kredit dari KUD tersebut. Prosedur formal yang diperlukan untuk memperoleh pinjaman tersebut dan sikap birokrasi dari pegawai KUD oleh para akademisi digambarkan sebagai alasan utama mengapa banyak anggota koperasi yang lari ke institusi kredit lain.
e). Rumah Gadai Resmi atau Pegadaian
Rumah gadai formal yang sering kita kenal dengan nama Pegadaian dengan slogan Mengatasi Masalah Tanpa Masalah adalah sebuah institusi kredit yang dikelola pemerintah dan didirikan di seluruh kabupaten. Tujuan utama pegadaian ini adalah untuk mendukung orang miskin dengan memberikan kredit berbunga rendah. Namun demikian pegadaian juga terbuka untuk masyarakat umum. Para nasabah yang akan menerima kredit harus memberikan jaminan kepada pegawai pegadaian yang disebut juru taksir. Taksiran selalu mendasarkan diri pada harga jual barang. Para nasabah akan menerima kredit yang besarnya sekitar 54 % dari harga jual barang mereka. Para nasabah biasanya harus mengembalikan kredit tersebut setelah tiga atau 6 bulan dengan bunga 2.5 % per 15 hari, jika seorang nasabah tidak bisa mengembalikaan kreditnya setelah delapan bulan, maka pihak pegadaian akan menjual barang yang digadaikan tersebut melalui pelelangan (Heru Nugroho 2001, 73-78).

2. Lembaga keuangan mikro Informal
a). Rentenir
Profesi yang sangat populer di Jawa ini meminjamkan uang tanpa memakai jaminan atau agunan tetapi dengan bunga yang cukup melambung tinggi, yaitu sekitar 20% selama satu periode kredit. Mereka berusaha menjaga hubungaan kredit dengan nasabah melalui hubungan personal dan kultural.
b). Pinjaman Tuan Tanah dan Tengkulak
Adalah orang-orang yang memiliki tanah pertanian yang luas dan pada saat yang sama menawarkan pinjaman kepada para petani maupun buruh tani. Pinjaman yang diperoleh dari orang-orang ini tidak dikembalikan dalam wujud uang tunai akan tetapi dalam bentuk imbalan “kerja”, tengkulak juga menyediakan kredit kepada buruh tani atau petani dengan sistim ijon.
c). Pegadaian informal
Pegadaian ini merupakan bisnis informal, manajemennya tidak berdasarkan pada regulasi formal. Pegadaian ini dikelola oleh individu yang menjadi pemilik bisnis tersebut. Orang yang berharap memberikan pinjaman harus memberikan barang pribadinya sebagai sebuah jaminan. Tingkat bunga 20 % dari satu periode tertentu.
d). Arisan Dasa Wisma
Adalah sebuah perkumpulan ketetanggaan informal. Tujuannya adalah menjadi tempat akumulasi uang dan pemberian kredit. Setiap anggota diwajibkan menyerahkan iuran reguler dan setelah satu tahun ia akan mendapatkan pinjaman. Anggota tersebut harus mengembalikan pinjaman dalam bentuk 10 kali cicilan dengan bunga 10 % per paket kredit.

C. POSISI UPK SEBAGAI PENGELOLA KEUANGAN MIKRO
Permodalan SPP/UEP PPK merupakan sebuah Lembaga Keuangan Mikro yang baru saja dilahirkan oleh Program Pengembangan Kecamatan (PPK) / PNPMMP yang akan mewanai lembaga keuangan mikro yang telah ada. Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang merupakan Lembaga Keuangan formal ini dikenal dengan nama UPK (Unit Pengelola Kegiatan) untuk melayani kelompok miskin produktif berpenghasilan rendah dengan persyaratan yang sangat mudah yaitu hanya fotokopi KTP dan mempunyai kelompok, dengan suku bunga yang rendah yaitu 2 % / bulan. Namun bentuk pelayanan ke masyarakat diusahakan secara familier dan fleksibel meniru lembaga keuangan informal yang ada. Sehingga akses ke masyarakat pedesaan diharapkan lebih mudah dan tujuan peningkatan kesejahteraan masyarakat oleh pemerintah dapat tercapai. Sistem kegiatan SPP/UEP PPK termasuk sistem finansial formal dengan ciri khas unsur pemberdayaan masyarakatnya lebih tinggi dibanding lembaga keuangan yang lain yang banyak mengejar keuntungan semata (provit oriented).
Mekanisme/pengajuan pinjaman dilakukan melalui proses dari musyawarah kelompok, musyawarah desa, pembahasan usulan pinjaman PPK, verifikasi, rapat Musyawarah Antar Desa (MAD), dan pencairan dana. Adapun persyaratan kelompok usaha ekonomi produktif adalah kelompok yang telah ada di masyarakat; kelompok minimal telah berusia 1 (satu) tahun; memiliki ikatan pemersatu yang jelas; saling mengenal di antara anggotanya; mempunyai aktivitas ekonomi atau sosial kemasyarakatan; ada pertemuan rutin atau berkala di antara anggotanya; memiliki pengurus kelompok; memiliki administrasi organisasi dan keuangan yang tertib; memiliki program kerja yang jelas; memiliki aturan-aturan yang telah disepakati oleh anggota kelompok; memiliki simpanan/tabungan kelompok; semua anggota kelompok mempunyai tujuan yang sama yaitu untuk meningkatkan pendapatan atau kesejahteraan rumah tangga terutama bagi kelompok yang kurang mampu tetapi berkeinginan untuk mengembangkan usaha dengan memanfaatkan dana bergulir.
Sedangkan untuk kredit UEP, syarat bagi anggotanya adalah sebagai berikut: berkarakter baik; sebagian besar anggota miskin; dapat dipercaya; mempunyai usaha; potensi usaha menguntungkan; dapat mengembangkan usaha; membutuhkan pinjaman untuk tambahan modal; mampu mengembalikan pinjaman; sanggup bertanggung renteng dengan anggota lainnya.
Adapun persyaratan perorangan sebagai peminjam dana SPP yang boleh untuk keperluan konsumtif adalah berkarakter baik; sebagian besar anggota miskin; dapat dipercaya; mempunyai sumber pendapatan keluarga; membutuhkan pinjaman guna meningkatkan kesejahteraan rumah tangganya; mampu mengembalikan pinjaman; sanggup bertanggung renteng dengan anggota lainnya.
Besarnya dana pinjaman dari kelompok ke UPK, dengan ketentuan : bunga pinjaman PPK ditetapkan sebesar bunga pasar atau bunga pinjaman BRI Unit Jenar, bunga pinjaman dari kelompok kepada UPK ditetapkaan sebesar bunga BRI Unit Jenar 1,5 % per bulan; bunga pinjaman dari anggota sebesar 2 % per bulan; pemanfaatan jasa pinjaman adalah Pembagian pemanfaatan jasa pinjaman 1,5 % akan dibahas melalui tim kecil setiap akhir tahun; tim kecil ditetapkan dalam MAD; 1 (satu) bulan sebelum tutup buku dan melaporkan pada MAD pertanggungjawaban UPK; pembagian jasa pinjaman 0,5 % di tingkat desa dipergunakan untuk operasional TPK dan penambahan kas kelompok yang masing-masing besarnya disepakati dalam musyawarah desa. jangka waktu pengembalian pinjaman maksimal 12 bulan dan angsuran pengembalian dilaksanakan sesuai dengan siklus usaha dan kegiatan.
. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kegiatan kredit SPP / UEP dalam PPK merupakan salah satu program pemerintah yang berusaha melayani kredit mikro di masyarakat yang bersifat formal.


D.ANALISA SWOT KEBERADAAN UPK
LEMBAR SWOT KEBERADAAN UPK

KECAMATAN : ....................................
KABUPATEN : ...................................
PROPINSI : ...................................

NO ISU STRATEGIS MEKANISME Kelemahan Kelebihan Alternatif Solusi
A Tempat/Kantor Yang strategis





B Mekanisme perguliran / pelayanan upk





C Modal kerja dan pembiayaan






D Komunikasi dan konsolidasi






E Pengelola






F Kekuatan lingkungan

Senin, 09 November 2009

Pencairan Termin II PNPM Ketanggungan Brebes

Sampai tanggal ini, PNPM MP Kec Ketanggungan Brebes sudah pencairan II dana yang dari APBN, progress lapangan sudah mencapai rata rata se kecamatan adalah 73 %.
Demikian sekilas info dari Fasilitator Kecamatan Tuti Isnaeni,S.Sos dalam berita PNPM PANTURA.